INHILKLIK.COM, JAKARTA - Mengapa Bani Israil sampai terusir dari Tanah Suci, dan tercerai berai ke berbagai belahan dunia hingga dua millenium? Bukankah mereka adalah umat pilihan, dan Israel adalah Tanah yang dijanjikan ( the promised land ) untuk mereka?
Pakar eksatologi Islam, Imran N Hosein, dalam bukunya Jerusalem in the Qur’an , menegaskan pemberian tanah yang dijanjikan itu bukan tanpa prasyarat. Syarat itu, kata dia, tertulis dalam kitab suci. Dalam al-Qur’an, syarat itu tertulis dalam surah al-Anbiyaa ayat (105): “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Adz Dzikr bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Saat ini, Kitab Zabur merupakan bagian dari Perjanjian Lama. Di Indonesia, biasa tertulis sebagai Kitab Mazmur, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Psalm. Pernyataan tersebut tertulis dalam Mazmur 37:29:
“Orang-orang saleh akan mewarisi Tanah (Suci) dan tinggal di sana selamanya.” Pernyataan senada juga terdapat dalam ayat-ayat lain di Kitab Mazmur Bab 37.
Alhasil, ketika Bani Israil meninggalkan perilaku saleh, mereka terusir dari Tanah Suci. Pengusiran pertama terjadi setelah Nebukadnezar, Raja Babilonia, menghancurkan Yerusalem pada tahun 585 SM.
Pengusiran kedua terjadi ketika Titus, komandan tentara Romawi, menghancurkan Yerusalem pada tahun 70 M. Pada kedua peristiwa itu, Haykal/Kuil/Masjid Sulaiman juga dihancurkan.
Kedua kejadian itu tertulis dalam Alquran, surah al-Israa’ (nama lainnya adalah surah Bani Israil), ayat 4-7. Ayat 4. “Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”.
Ayat 5, "Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampungkampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana."
Ayat 6, "Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anakanak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar."
Ayat 7, "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai."
Lantas, apa yang terjadi sebelum kedua peristiwa penghancuran Yerusalem itu?
Sejarah mencatat, bahwa Bani Israil memang melakukan kedurhakaan, sebelum hukuman dijatuhkan.
Era keemasan ( the golden age ) Bani Israil, terjadi di zaman Nabi Daud (1010-970 SM)dan Nabi Sulaiman (970-931 SM). Setelah era Nabi Sulaiman, kerajaan tersebut terpecah dua. Kerajaan Israel di utara, yang beribukota Samaria, dan Kerajaan Yudea di selatan, dengan ibukota Yerusalem.
Kerajaan utara tak bertahan lama, dan jatuh pada 722 SM, setelah diserang bangsa Assyiria. Sedangkan, Kerajaan Yudea bertahan lebih lama, dan baru bubar tahun 586 SM, saat dihancurkan Nebukadnezar.
Sebelum bubarnya Kerajaan Yudea, raja-rajanya antara lain menyembah berhala bernama Ba’al, dewa bangsa Kanaan. Mereka juga menyiksa dan memenjarakan nabi-nabi yang diutus memperingatkan seperti Armia (Yeremia) dan Ilyas (Elia).
Nabi lainnya mereka bunuh, seperti Nabi Syu’ya. Kisah ini dituliskan dalam Alquran, surah as-Shaaffat ayat 123-126: “Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang rasul-rasul. (ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Ba’al dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta, (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?’.”
Sedangkan, menjelang kehancuran kedua, Bani Israil juga melakukan berbagai penyimpangan seperti menghalalkan riba yang diharamkan dalam Taurat. Juga menyiksa dan membunuh nabi dan rasul, seperti membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, menolak Nabi Isa sebagai al-Masih yang dijanjikan, bahkan berbuat makar untuk membunuhnya, dan lain-lain.
Karena berbagai penyimpangan itu, Bani Israil kembali terusir dari Tanah Suci. Dan, tak seperti pengusiran pertama yang terkonsentrasi di Babilonia, pengusiran kedua ini membuat Bani Israil terpencar dalam diaspora.
Imran menyatakan diaspora Bani Israil tersebut tertulis dalam surah al-A’raf ayat 168: “Dan kami menyebarkan mereka sebagai komunitas yang terpisah-pisah ke seluruh penjuru bumi…”
Selama masa tersebut, lanjut Imran, orang Yahudi tak bisa kembali ke Yerusalem untuk mengklaimnya sebagai milik mereka, kecuali Ya’juj dan Ma’juj telah dilepaskan, seperti tertulis di surah al-Anbiyaa ayat 95:
“Ada larangan pada sebuah kota yang telah kami hancurkan, bahwa mereka (penduduk kota itu) akan kembali (untuk mengklaimnya), sampai Ya’juj dan Ma’juj dilepaskan…”
Bani Israil, kata Imran, mungkin dimaafkan jika mereka menerima utusan berikutnya, seperti tertulis di surah al A’raf ayat (157): “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ketika Nabi Muhammad diutus, kata Imran, mereka dimudahkan untuk mengenali bahwa Tuhan yang mengutus Musa dan nabi-nabi Bani Israil, juga adalah Tuhan yang sama yang mengutus Nabi Muhammad. Yaitu, saat Baitul Maqdis menjadi kiblat pertama untuk shalat. Tapi, setelah 18 bulan, dan jelas bahwa Bani Israil menolak, bahkan berencana menghancurkan Islam, maka arah kiblat pun berubah ke Makkah.
“Dalam perubahan kiblat itu, Allah berfirman dalam Alquran, bahwa “Kesalehan itu bukanlah menghadapkan wajah ke timur dan ke barat…” (al-Baq arah ayat 177 �"Red). Setelah kiblat berubah, pintu tertutup. Dan, di antara tan da-tandanya adalah dilepaskannya al Masih Dajjal dan Ya’juj dan Ma’juj. Ma ka orang-orang Yahudi akan menghadapi hukuman berikutnya,” papar Imran.
Kini, kata Imran, orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru bumi, telah pulang kembali ke Tanah Suci, meski mereka tidak memenuhi syaratnya:
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Adz Dzikr bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.” (Al-Anbiyaa: 105). Sebab, banyak di antaranya adalah orang-orang sekuler, bahkan atheis. Selain itu, mereka pun mengusir penduduk Palestina, hanya karena mereka bukan Yahudi. Negara Israel yang mereka dirikan pun menjadi negara yang rasis, tiran, dan arogan.
Apa yang dimaksud dengan Adz-Zikr pada surah al-Anbiyaa ayat (105)? Sebagian ulama menafsirkannya sebagai Lauhul Mahfudz , sebagian lainnya menafsirkannya sebagai Taurat. Imran Hosein lebih cenderung pada penafsiran kedua. Persoalannya, menurut Imran, saat membuka Kitab Taurat, pernyataan itu telah berubah.
“Seseorang telah mengeditnya,” katanya. Yang dimaksud Imran adalah Kitab Ulangan (Deutoronomy) 9:6 yang dalam terjemahan International Standard Version berbunyi: “ Know that it is not because of your righteousness that the LORD your God is giving to you this good land to inherit, for you are a stubborn people .” (Ketahuilah bahwa bukan karena kesalehanmu Tuhanmu, Allahmu, memberikan tanah ini untuk dimiliki; Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk.”
Implikasinya, kata Imran, apakah Yahudi itu atheis, sekuler, menindas manusia, dan tidak berperilaku seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim dan nabi-nabi sesudahnya, Tanah Suci akan tetap menjadi milik mereka.
Tapi, karena tidak memenuhi syarat, mereka tetap tidak akan bisa menjadi pewarisnya. “Hukuman Tuhan justru akan kembali menimpa mereka. Ya’juj dan Ma’juj kini telah membawa orang-orang Yahudi ke Yerusalem. Tapi, mereka dibawa kepada Dajjal, yang akan menimpakan bencana paling buruk dibanding yang telah menimpa mereka,” tandas Imran.
Imran mengutip surah al-A’raf ayat 167 yang menyatakan: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Rol)