INHILKLIK.COM, NEW DELHI - Afreen Khatoon hidup di kawasan Chand Bagh yang didominasi warga muslim. Kawasan pemukiman di seberang sungai Yamuna itu menjadi sasaran amarah kelompok Hindu Nasionalis saat kerusuhan berkecamuk di New Delhi. Khatoon dan keluarganya hanya bisa melarikan diri berkat bantuan tetangganya yang beragama Hindu.
"Kami sudah tinggal bersama warga Hindu di sini seumur hidup kami. Tidak pernah ada permusuhan di antara kami. Para perusuh datang dari luar dan menyerang kami. Untung para tetangga menolong," kata dia kepada DW. Khatoon kini menetap di rumah saudara di bagian lain New Delhi.
Akibat kerusuhan yang merajalela di barat daya kota, setidaknya 40 orang meninggal dunia dan lebih dari 200 mengalami luka-luka. Kelompok perusuh membidik toko dan rumah milik kaum muslim dengan bom molotov atau batu. Banyak yang kehilangan harta benda bernafas lega karena masih bernyawa.
Sejak itu jalan-jalan New Delhi membisu. Namun ramainya aparat keamanan yang disebar tidak membuat warga muslim kota merasa lebih aman.
Di tengah kengerian yang berkecamuk, sejumlah warga Hindu dan muslim bahu membahu melindungi pemukiman sendiri dari serangan massa. "Kami berpatroli sepanjang malam, bersama warga Hindu juga," kata Meher Alam di kawasan Chaman Park. "Kami melindungi rumah kami dan juga tempat ibadah dari serangan. Kami semua bersaudara. Kami semua bersama-sama di sini."
Tidak sedikit warga Hindu yang bertaruh nyawa menghadang massa agar tidak memasuki pemukiman muslim. Di Chand Baghm Mohammad Aslam mampu menyelamatkan keluarganya berkat kegigihan para tetangga. "Mereka memblokir pintu masuk perumahan. Sebab itu wilayah ini tergolong aman."
"Banyak nyawa atau rumah yang bisa diselamatkan berkat tindakan cepat para tetangga Hindu, Kalau tidak saya dan keluarga saya sudah tidak lagi bernyawa saat ini," imbuhnya.
Di kawasan yang sama sekelompok warga muslim membentuk rantai manusia untuk melindungi sebuah kuil Hindu dari serangan kelompok muslim lain. Sementara di kawasan lain, warga beragama Sikh membuka kuilnya untuk umat muslim yang mengungsi dari kejaran massa.
Keuskupan di Delhi juga memerintahkan semua gereja melindungi warga dari luapan kekerasan.
Ketegangan antara dua umat beragama memuncak sejak pemerintah menerbitkan UU Kewarganegaraan(CAA) pada Desember 2019 silam. UU tersebut menawarkan jalur singkat untuk mendapatkan suaka politik bagi minoritas agama di Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh.
CAA mengecualikan umat muslim dari proses tersebut.
Namun protes yang awalnya berlangsung damai berubah sengit ketika sejumlah politisi dari partai penguasa, Bharatiya Janata Party (BJP) melemparkan berbagai tuduhan miring terhadap demonstran yang semakin mendidihkan situasi.
Kapil Mishra, polistis BJP yang dulu pernah bekerja untuk Greenpeace, mengancam akan membubarkan demonstrasi secara paksa dengan mengerahkan massa-nya sendiri. Sejak kicauannya di Twitter yang kontroversial itu, kelompok Hindu Nasionalis memobilisasi diri dan mulai menyerang properti milik warga muslim. Masjid dan kuil pun ikut menjadi korban.
Sejauh ini Mishra bebas dari dakwaan hukum. Unggahannya di media sosial yang mengajak massa membubarkan paksa demonstrasi anti pemerintah, saat ini sudah menghilang.
Mishra tidak sendirian. Politisi partai Islam, Tahir Hussain, pun ikut mengobarkan api permusuhan lewat komentar pedasnya di media. Tahir yang dituduh ikut membibit gelombang kekerasan di New Delhi saat ini sudah di-nonaktifkan dari partainya sendiri, Aam Aadmi Party.
Akibat kerusuhan tersebut kini pemerintah dan kepolisian menjadi sasaran ketidakpuasan warga Delhi. Terutama polisi dituduh mendiamkan massa dan bahkan ikut aktif membantu perusuh menyerang properti warga muslim.
Seorang hakim di Pengadilan Tinggi Delhi mengritik polisi lantaran enggan memperkarakan politisi BJP atas tuduhan ujaran kebencian. Ironisnya, usai kritik tersebut S. Muralidhar dimutasi ke negara bagian Punjab dan Haryana.
Hingga 3 Maret lalu kepolisian Delhi mengklaim telah menyusun 254 dakwaan, serta sudah menahan sebanyak 903 orang. "Jika insiden semacam ini terjadi, adalah tugas mereka yang berkuasa untuk melindungi warga. Kami semua ingin hidup dalam damai," kata Mohammad Umar, seorang warga muslim di Khajuri Khas.
"Tapi jika pemerintah bergeming, maka permusuhan antara warga akan menguat. Dan jika pemerintah kita tidak melindungi kami, siapa yang mampu?" (Viva)