INHILKLIK.COM, PEKANBARU - Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Riau, Thomas Ipoeng Andjar Wasita mengatakan bahwa BPK akan melakukan pemeriksaan pendahuluan kinerja atas pengelolaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) selama 30 hari kerja.
Hal itu dikatakan Ipoeng saat melakukan entry briefing bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau di Ruang Rapat Sekda Provinsi Riau, Rabu (5/8/2020).
"Untuk pemeriksaan pendahuluan kinerja dilaksanakan selama 20 hari kerja, yaitu mulai tanggal 5 Agustus hingga 27 Agustus 2020. Sedangkan pemeriksaan terinci kinerja dilaksanakan selama 30 hari kerja namun waktunya ditentukan kemudian," jelasnya.
Adapun tujuan pemeriksaan ini, lanjut Ipoeng adalah menyusun program pemeriksaan terinci dan program kerja perseorangan dalam rangka menilai efektivitas pengelolaan SPBE dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan di pemerintan daerah, serta memberikan kesimpulan atas aspek ekonomi.
Ipoeng menjelaskan bahwa SPBE sendiri sudah memiliki dasar hukum yaitu UU nomor 30 tahu 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Melalui ini, ia mengaku memiliki komitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif serta sistem pemerintahan yang bisa memberikan layanan kepada instansi pemerintah, dimana Ipoeng berharapkan nantinya mampu mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan yang terbuka, parsitipatif, inofatif dan akuntabel.
Ia menyebutkan, di tahun 2019 Provinsi Riau telah mendapatkan indeks SPBE dengan sangat baik yakni dengan skor 3.51.
"Tahun 2019 Provinsi Riau telah mendapatkan indek SPBE diatas rata-rata dan mendapat predikat sangat baik dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara," ucapnya.
Namun, ada empat hal yang menjadi alasan pemeriksaa yang mengacu pada adanya permasalahan pengembangan SPBE secara nasional. Pertama, belum adanya tata kelola SPBE yang terpadu secara nasional.
Lanjutnya, kedua, SPBE belum diterapkan pada penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik secara menyeluruh dan optimal. Ketiga, jangkauan infrastruktur TIK ke seluruh wilayah dan ke semua lapisan masyarakat yang belum optimal. Serta keempat, keterbatasan jumlah pegawai ASN yang memiliki kompetensi teknis TIK.