INHILKLIK.COM, Beijing - Konsulat Jenderal RI Hong Kong Chalief Akbar mengimbau kepada Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Wilayah Administrasi Hong Kong, untuk menghingari lokasi unjuk rasa pro demokrasi, demi keamanan dan keselamatan
"Kami sudah mengimbau kepada seluruh WNI untuk berhati-hati dan menjauhi lokasi unjuk rasa demi keamanan mereka," katanya kepada ANTARA News di Beijing, Senin.
Chalief menambahkan pihaknya akan senantiasa memantau perkembangan yang terjadi terkait aksi unjuk rasa pro demokrasi tersebut.
Aksi puluhan ribu pengunjuk rasa pro demokrasi terjadi sejak Jumat (27/9), menyusul keputusan Beijing untuk meniadakan pemilihan umum yang bebas di wilayah otonomi khusus Hong Kong pada 2017.
Para demonstran menerobos penjagaan dan pagar perimeter, untuk menyerbu gedung pemerintah utama Hong Kong. Para aktivis terus melancarkan aksinya hingga Minggu, dan mengancam menutup distrik keuangan melalui kampanye yang mereka sebut "Occupy Central".
Laporan saksi mata Antara di Hong Kong mengungkapkan unjuk rasa yang telah berlangsung sejak akhir pekan lalu itu, mengakibatkan jalut transportasi di Hong Kong terganggu, sehingga banyak pekerja, pelajar dan pedagang yang sulit menjangkau kantor, sekolah dan kegiatan bisnis mereka.
Hingga kini pihak kepolisian setempat telah menahan 78 orang sejak Jumat (27/9) malam, dan 34 orang luka-luka, pada aksi yang semakin memanas pada Minggu malam.
Komisioner Kepolisian Hong Kong Andy Tsang Wai-hung mengatakan
pihaknya terus berupaya untuk tidak terjadi tindak kekerasan terhadap para pengunjuk rasa, hingga tidak ada lagi korban.
Inggris mengembalikan Hong Kong kepada Tiongkok pada 1997, dan di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem" Tiongkok, Hong Kong menikmati kebebasan berpendapat namun hak memberikan suara mereka dibatasi. (antara)
"Kami sudah mengimbau kepada seluruh WNI untuk berhati-hati dan menjauhi lokasi unjuk rasa demi keamanan mereka," katanya kepada ANTARA News di Beijing, Senin.
Chalief menambahkan pihaknya akan senantiasa memantau perkembangan yang terjadi terkait aksi unjuk rasa pro demokrasi tersebut.
Aksi puluhan ribu pengunjuk rasa pro demokrasi terjadi sejak Jumat (27/9), menyusul keputusan Beijing untuk meniadakan pemilihan umum yang bebas di wilayah otonomi khusus Hong Kong pada 2017.
Para demonstran menerobos penjagaan dan pagar perimeter, untuk menyerbu gedung pemerintah utama Hong Kong. Para aktivis terus melancarkan aksinya hingga Minggu, dan mengancam menutup distrik keuangan melalui kampanye yang mereka sebut "Occupy Central".
Laporan saksi mata Antara di Hong Kong mengungkapkan unjuk rasa yang telah berlangsung sejak akhir pekan lalu itu, mengakibatkan jalut transportasi di Hong Kong terganggu, sehingga banyak pekerja, pelajar dan pedagang yang sulit menjangkau kantor, sekolah dan kegiatan bisnis mereka.
Hingga kini pihak kepolisian setempat telah menahan 78 orang sejak Jumat (27/9) malam, dan 34 orang luka-luka, pada aksi yang semakin memanas pada Minggu malam.
Komisioner Kepolisian Hong Kong Andy Tsang Wai-hung mengatakan
pihaknya terus berupaya untuk tidak terjadi tindak kekerasan terhadap para pengunjuk rasa, hingga tidak ada lagi korban.
Inggris mengembalikan Hong Kong kepada Tiongkok pada 1997, dan di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem" Tiongkok, Hong Kong menikmati kebebasan berpendapat namun hak memberikan suara mereka dibatasi. (antara)