Tepat pada tanggal 27 November 2024 nanti Indonesia menghelat pemilu kepala daerah. Pada perhelatan kali ini, menurut data komisi pemilihan umum (KPU), Pilkada 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia. Apabila dirinci, pilkada pada 27 November 2024 nantinya akan digelar di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota (“Pilkada Serentak 2024,” 2024).
Pemilihan terhadap pemimpin mesti diperhatikan dengan baik, hal itu disebabkan karena arah perkembangan suatu daerah salah satu faktornya adalah kepemimpinan daerah, sehingga semboyan menempatkan orang baik di tempat yang baik (The Right Man in the right place) adalah sesuatu yang perlu diijtihadkan.
Penulis mencoba goresan kecil dalam rangka melihat nilai gambaran abstrak tentang pemimpin. Dalam menjaring pemimpin yang ingin dipilih penulis menawarkan beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama Etik (ethics), etik yang dibicarakan disini adalah terkait moralitas atau kumpulan asas nilai yang berkenaan dengan akhlak (Arti kata etik - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, t.t.) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Nilai itu harus ada di diri seorang pemimpin baik itu secara abstrak (pengetahuan nilai moralitas) maupun dalam kongkrit (terejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari) sang pemimpin.
Kalau berkaca pada nilai kenabian maka setidaknya ada empat nilai dasar atau utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, nilai tersebut adalah jujur, amanah, cerdas dan menyampaikan (siddiq, amanah, fatonah dan tabligh: dari empat nilai dasar itu pula kalau dibagi ada dua nilai utama, 1).
Nilai yang harus dimiliki secara pribadi (personalitiy ethic) oleh sang pemimpin, yaitu pada ranah jujur (siddiq) dan cerdas (fatonah). Kedua nilai ini harus ada pada sang pemimpin, kejujuran adalah modal utama dalam upaya mendapatkan kepercayaan diri maupun kepercayaan dari orang yang akan mengikuti, atau pun mereka yang menitipkan suara kepadanya, dengan kejujuran pula ia akan dapat secara terus menerus mengembangkan apa yang terasa kurang darinya.
Berikutnya kecerdasan juga adalah nilai pribadi yang mesti dimiliki oleh pemimpin, karena dipundaknya akan ada tanggung jawab yang besar dan dirinya akan menghadapi berbagai masalah, maka sangat diperlukan kecerdasan untuk memikul tanggungjawab serta mengurai masalah. Kecerdasan itu bisa dilihat baik dari kecerdasaan secara intelektual, emosional maupun spritual. 2).
Nilai yang harus dimiliki oleh pemimpin dalam hubungannya dengan komunitas atau interaksinya dengan yang dipimpinnya (community ethic), nilai itu ada pada amanah (penuh rasa tanggungjawab, mampu melindungi, mampu menjaga kepercayaan), nilai ini juga tentu harus wujud dalam diri pemimpin sebab amanah adalah sifat yang akan mendominasi setelah kejujuran, akan iya adalah sifat kongkrit dari jujur.
Maka sifat ini berasa dominan manakala sang pemimpin sudah berhasil di tempat yang diraihnya. Adapun menyampaikan, komunikatif, transparansi, keterbukaan (tabligh) adalah sifat yang dapat rangka mendengarkan apa yang diinginkan oleh khalayak yang dipimpinnya sekaligus mampu menyampaikan secara gamblang tentang arah kepemimpinannya.
Dengan sifat ini pula masyarakat akan mampu memberikan saran dan pendapat dalam rangka upaya perbaikan-perbaikan ataupun kemajuan-kemajuan yang diinginkan serta memberikan pengawasan terhadap kinerja sang pemimpin.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah Intektual, sisi ini juga tidak boleh diabaikan oleh pemilih sebab sisi ini akan memberikan nilai kemajuan dan kreativitas sang pemimpin, apakah barometer pengukuran standar intelektual sang pemimpin, bisa saja gelar akademik yang dimilikinya, walaupun tentu ini tidak menjadi syarat mutlak dari pengukuran tersebut, paling tidak ini adalah wujud nampak darinya, sekali lagi saya katakan bahwa ini bukan satu-satunya alat ukur tersebut. Intelektual itu juga bisa diukur dari keterlibatan calon pemimpin dalam pemberian ide, perdebatan ide, karya ide serta diskusi-diskusi publik yang digelutinya.
Masa kampanye sebelumnya sejatinya bisa menjadi ajang untuk penggalian sisi intelektual dari calon pemimpin. Hemat saya masyarakat juga perlu diperkenalkan perspektif tentang kampanye satu sisi pengenalan terhadap calon, dan perlu juga ditegaskan bahwa yang hadir tidak mesti melulu adalah mereka yang menjadi simpatisan dari pasangan calon yang kebetulan menggelar acara kampanye, kampanye mesti diterjemahkan dalam rangka pengenalan terhadap calon sekaligus pengujian sisi intelektualitas dari calon diruang publik, maka basis idenya mesti dirubah dari yang tadinya hanya melihat sisi hiburan atau sisi yang sifatnya tersier menjadi sisi primer yaitu datang dalam rangka keingintahuan ide yang ditawarkan oleh calon, bagaimana ia melaksanakannya? Serta seperti apa barometer peluang dan tingkat keberhasilan? Maka saya berharap kedepannya demokrasi kita adalah demokrasi dalam kampanye dua arah (dialogis) dapat diperbanyak agar mampu melihat lebih dalam sisi intelektualitas dari calon pemimpin.
Sisi berikutnya adalah Popularitas. Saya pribadi mengajukan tesis ini adalah karena bagaimanapun aspek populer (masyhur: dikenali) adalah aspek yang perlu dalam melihat calon pemimpin, tapi saya juga ingin menggarisbawahi tentang popularitas yang saya ajukan disini, adalah populer dalam hal pengabdian kepada masyarakatnya, kepada sekitarnya, dalam artian popularitas yang didapat adalah dikarenakan sumbangsihnya kepada daerah atau wilayahnya, ia bukan keterpopularan pribadi (popular self) tapi lebih kepada keterpopularan masyarakat (popular society), keterpopularan ini adalah hasil dari usahanya yang berdampak lebih kepada masyarakat, tidak hanya sekedar kepada dirinya. Pekerjaannya membawa manfaat bagi orang lain, itu lah yang saya maksud dari prinsip popular ini, karena dari hemat saya kampanye terbaik diri adalah pengabdian.
Dari popular adalah akibat dari usaha pengabdian, kontribusi serta dedikasinya sebelumnya ditengah-tengah masyarakat. Sisi terakhir dari ini adalah elektabilitas, elektabilitas memiliki arti kemampuan dalam mengemban tanggung jawab.
Singkatnya elektabilitas dalam ranah politik merupakan istilah untuk mengukur apakah kandidat yang mencalonkan memiliki potensi untuk mendapat dukungan dari pemilih. Kemampuan tersebut tentu diukur dari modal personal (modal internal) yang dimiliki oleh calon pemimpin, modal personal bisa dilihat dari ketiga sisi yang sudah dijelaskan diatas, modal berikutnya adalah modal diluar diri (modal eksternal) sekedar menyebut contoh adalah modal jaringan, mengapa modal jaringan menjadi penting sebab memikul beban tanggungjawab ditengah masyarakat serta mengurai permasalahan yang ada bukanlah perkara mudah, disini diperlukan sinergisitas dari berbagai kalangannya, sehingga program ataupun masalah dapat dicarikan solusinya, dan hal yang juga ingin saya berikan catatan adalah esensi memimpin adalah mampu mendistribusikan kekuataan (potensi) yang ada (the essensial of leadership is the distribution of the powers).
Diakhir tulisan ini, saya mengajak untuk kembali melihat ulang calon pemimpin yang akan dipilih, lakukanlah pengecekan (check) terhadap calon pemimpin yang akan Anda pilih, diera digital semacam ini tentu tidak begitu sulit untuk melakukan pengecekan terhadap calon, gunakan smartphone Anda untuk hal itu, namun saya juga mengingatkan dalam melakukan pengecekan lalukanlah dengan berimbang (balances) ambil multiperspektif dari berberbagai sumber agar dapat melihat gambarannya lebih komprehensif.
Tulisan ini juga bertujuan agar calon pemimpin dimasa mendatang melakukan persiapan serta pemantasan diri untuk dijadikan pemimpin, agar dapat membawa perubahan yang berarti manakala pemimpinan tersebut diberikan kepada Anda.
Penulis: Abd. Malik Al Munir (Orang Pulau Palas ber-KTP Tanjungpinang)