Kanal

Menjemput Ibrah Keteladanan Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari

Oleh: Ustad Abdul Malik Al-Munir

 

Bulan sya’ban menempati bulan istimewa bagi masyarakat Indragiri Hilir, karena di bulan ini biasanya diadakan agenda haul (peringatan wafat seseorang) tokoh yang berpengaruh di Kabupaten Indragiri Hilir. Tokoh tersebut adalah Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari. Tulisan ini bertujuan mengajak pembaca khusus masyarakat Indragiri Hilir untuk membarengi semangat melaksanakan haul serta berziarah ke pusara sang tokoh dengan lebih mengenal tokoh tersebut sekaligus mengambil ibrahketeladanan dari sang tokoh. Hal itu penting, agar tidak terjebak pada perilaku ritual saja sementara esensi nilai yang diwariskan oleh sang tokoh tidak diambil bahkan terabaikan begitu saja.  Tulisan ini dibagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu: Pertama, sekilas gambaran riwayat hidup Syekh Abdurrahman Siddiq. Kedua, Nilai warisan keteladanan dari Syekh Abdurrahman Siddiq. Ketiga, rekomendasi agar nilai warisan hadir dalam wujud aplikatif di tengah masyarakat.

Sketsa Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari

Nama lengkapnya adalah Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif bin Muhammad bin Jamaluddin al-Banjari. Dilahirkan di Kampung Dalam Pagar Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 1284 H (1867 M). Hampir semua peneliti sepakat akan kelahiran Syekh Abdurrahman Siddiq pada tahun 1284 H (Muthalib, 2021, hlm. 43), Syekh Abdurrahman Siddiq dari jalur ayah adalah keturunan bangsawan Banjarsekaligus juga keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Muthalib, 2021, hlm. 45) sedangkan dari jalur ibunya bernama Shafura juga merupakan keturunan Muhammad Arsyad al-Banjari (Pransiska dkk., t.t., hlm. 5). Syekh Abdurrahman sudah ditinggal ibunya wafat tatkala usianya dua bulan (Effendy Hs, 2003, hlm. 14), ayahnya Muhammad Afif kemudian merantau ke pulau Bangka, sejak saat itu Syekh Abdurrahman tinggal bersama keluarga ibunya. Awal pendidikannya adalah belajar dari bibi dan neneknya yang juga mempunyai pengetahuan agama yang sangat baik, bahkan tergolong wanita yang alim dimasanya. Abdurrahman kecil kemudian menimba ilmu dengan seorang yang juga bernama Abdurrahman yang biasanya disebut Abdurrahman muda ( Ia masih kerabat dari pihak ayahnya) Abdurrahman Muda di kenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang bahasa Arab, setelah beberapa tahun belajar bersama Abdurrahman Muda, Syekh Abdurrahman kecil semakin matang. melihat peningkatan ini Abdurrahman Muda menyerahkannya kepada Sayid Wali (seorang ulama yang mempunyai kapasitas keilmuan yang cukup tinggi pada waktu itu di wilayah Martapura). Dari Sayid Wali inilah Syekh Abdurrahman Siddiq banyak menimba ilmu termasuk mempelajari kitab Sabilul Muhtadin karya datuknya Muhammad Arsyad al-Banjari.

Syekh Abdurrahman kemudian melakukan pengembaraan diantrara ke daerah Amuntai, Pulau Purus (salah satu pulau di Sumatera Barat), Padang, Padang Sidempuan, tujuannya adalah berdagang dimana beliau punya keahlian sebagai tukang emas disamping juga aktivitas mengajarnya. Syekh Abdurrahman Siddiq melanjutkan pengembaraan ke tanah suci tepatnya sekitar bulan agustus1886 M. Di Tanah Suci tepatnya di Mekkah Syekh Abdurrahman Siddiq berguru dengan ulama yang ada disana, diantara gurunya adalah: ‘Alimul Fadil Syekh Satta(pengarang kitab I’anatu al-Tahalibin), Alimul Fadil Syekh Ahmad Damyati, Syekh Ahmad Bapadhil, Syekh Umar Sambas, Syekh Ahmad Khatib al-Minagkabawi. Selama di Mekkah Syekh Abdurrahman juga memiliki teman-teman seangkatatan, diantaranya: Syekh Jamal Jambik al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Syayuti Singkawang, Syekh Mukhar Bogor Jawa Barat, Syekh Abdul Kadir Mandailing (Sumatera Utara), Syekh Tahir Jalaluddin (Canking) al-Minangkabawi, Syekh Usman Mufri Betawi, Syekh Usman Kelantan, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Mufti Siak Indrapura (Riau) (Suhayib, 1997, hlm. 38). Untuk Syekh Nawawi sendiri menurut penuturan sejarawan A. Muthalib lebih cenderung adalah guru dari Syekh Abdurrahman Siddiq. Karena Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi bisa jadi juga Kiai Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan Syekh Hasyim Asy’ari (NU) adalah rekannya ketika belajar di Mekkah (Nazir, 1989, hlm. 37)(Yuhaidir, 2012, hlm. 19).  Setelah empat tahun belajar di Kota Mekkah, kemudian meneruskan belajar ke kota Madinah, di kota Madinah Syekh Abdurrahman Siddiq mengambil tarekat tsamani (Effendy Hs, 2003, hlm. 18), dua tahun dihabiskan menimba ilmu di kota Madinah, kemudian Syekh Abdurrahman Siddiq kembali ke Mekkah. Namun kedatangan kali tidak semata berstatus pelajar lagi tapi juga pengajar di Masjid al-Haram, setelah satu tahun mengabdikan dirinya sebagai pengajar ia meminta izin pulang ke tanah air, tujuh tahun dihabiskannya untuk menuntut ilmu di tanah suci (1886-1893).

Syekh Abdurrahman Siddiq (Tuan Guru Sapat) adalah tokoh populer di Kabupaten Indragiri Hilir Riau, beliau adalah intelektual, seorang yang da’i dan pendidik, ditengah-tengah kesibukannya tersebut  Syekh Abdurrahman Siddiq tetap produktif menelurkan karya-karya setidaknya sudah ada 18 karyanya yang ditemukan, ia menulis berbagai disiplin ilmu, diantaranya fikih, akidah, tasawuf, tata bahasa Arab, hukum warisan, sejarah dan lain-lainnya: 1) Jadwal sifat dua puluh, 2). Sittin masalah dan jurumiyah, 3). Asrarul shalah min ‘iddati al-kutub al-mu’tamadah, 4). Pelajaran kanak-kanak pada agama Islam, 5) Fathu al-‘alim fi tartib al-Ta’lim, 6) Sya’ir Ibarat dan khabar kiamat, 7). Risalah fi aqa’id al-iman, 8). Risalah takmilat qawl al-mukhtasar, 9). Kitab al-Faraid, 10). Bay al-haywan li al-kaafiriin, 11). Tazdzikrah li Nafsir wa li nafsi wa li amtsali min al-ikhwan, 12). Maw’izhah li nafsi wa li amtsali min al-ikhwan, 13). Risalah amal ma’rifat, 14). Majmu’u al-ayat wa al-hadis fi fadhail alilmi wa al-‘ulama wa al-muta’allimin wa al-mustami’in li khadim al-thalabah, 15). Risalah al-arsyadiyah wa ma ulhiqabiha, 16). Sejarah perkembangan Islam di kerajaan Banjar, 17). Dam ma’a madkhal fi ‘ilm al-sharf, 18). Beberapa khutbah multaqiyah (Muthalib, 2020, hlm. 6)

Tepat pada tanggal 4 sya’ban 1358 H/ 18 september 1939 M Syekh Abdurrahman Siddiq meninggal dunia di kampung Hidayat Sapat Indragiri Hilir dalam usia 72 tahun kalau dikonversikan ke hijriah usianya 74 tahun. Dalam perjalanan hidupnya Syekh Abdurrahman Siddiq pernah menikah 9 kali, dari pernikahannya tersebut Syekh Abdurrahman Siddiq memperoleh keturunan 35 orang anak (Muthalib, 2021, hlm. 88).

Nilai warisan keteladanan dari Syekh Abdurrahman Siddiq

Wajar sekiranya memang Syekh Abdurrahman Siddiq dinobatkan sebagai tokoh oleh masyarakat khusus Indragiri Hilir, karena mengingat pengaruh, popularitas, serta kontribusi yang dimiliki oleh Syekh Abdurrahman Siddiq, sekedar menyebutkan betapa dirinya sangat berpengaruh bahwa Syekh Abdurrahman Siddiq pernah menjabat sebagai mufti kerajaan Indragiri Hilir, mempunyai institusi pendidikan madrasah  pada dekade tahun 1920-an dengan perkiraan murid sekitar 300 orang, jumlah yang cukup banyak pada masa itu, tidak berhenti sampai disitu, bahkan salah satu perguruan tinggi keagamaan negeri di wilayah Provinsi Bangka Belitung menamakan institusinya dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Abdurrahman Siddiq Bangka Belitung. Sebagai seorang tokoh tentu generasi berikutnya harus mengambil sisi nilai warisan keteladanan dari Syekh Abdurrahman Siddiq, apa saja dari sekian keteladanan yang dimiliki yang patut diteladani, penulis mencoba mengambil beberapa sisi dari nilai teladan tersebut, berikut adalah penjelasannya.

Pertama, Nilai penguatan Aqidah. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh sejarawan Indragiri Hilir A. Muthalibmenyebutkan bahwa kurikulum sistem pendidikan Syekh Abdurrahman Siddiq ketika mengajar di madrasah maupun di luar madrasah adalah menitikberatkan pada penguatan aqidah, pengenalan terhadap Sang Maha Kuasa Allah SWT. Hal ini tentu sejalan dengan adagium yang cukup populer “awwal al-din ma’rifatullah” (permulaan agama itu mengenal Allah),implikasi dari aqidah yang benar akan mendorong seseorang pada ketaatan kepada Allah SWT, maka secara langsung akan mengorientasikan visi dan misi hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah SWT sehingga aspek syari’at (dalam artian khusus ibadah madhoh, nuansa fiqh) akan dilaksanakan dengan tanpa paksaan, tidak hanya berhenti di situ, buah dari aqidah yang kuat juga akan membuat seseorang menghiasi dirinya dengan akhlaq karimah. Di sinilah akan terlihat bagaimana skenario itu dibuat oleh Syekh Abdurrahman, Iamembuat karya-karya yang berfungsi sebagai landasan keilmuan dalam mewujudkan manusia yang kuat aqidah, taat dalam beribadah serta berhias dengan akhlaq karimah. Sekedar menyebut karyanya yang mengantarkan alur berpikir seperti yang disebutkan diatas antara lain Risalah fi aqa’id al-iman, Sya’ir Ibarat dan khabar kiamat, Jadwal sifat dua puluh, Asrarul shalah min ‘iddati al-kutub al-mu’tamadah, Risalah amal ma’rifat.

Kedua, Nilai kepedulian pada pendidikan. Dalam konteks yang kedua ini, perihal pendidikan, Syekh Abdurrahman Siddiq paham betul bahwa ilmu merupakan wasilah yang dapat mengantarkan seseorang kepada tujuan kehidupannya. Hal itu juga yang membuatnya senantiasa mengajarkan ilmu baik itu di masjid maupun di lembaga yang ia dirikan. Langkah keseriusan akan kepeduliannya terhadap pendidikan itulah yang mendorong Syekh Abdurrahman Siddiq untuk pindah ke parit Hidayat yang asalnya bermukim di Sapat berjarak kira-kira 3,5 kilo meter sebelah barat Sapat. Mengutip dari hasil wawancara A. Muthalib dengan nenek Maimunah (salah seorang putri Syekh Abdurrahman Siddiq) bahwa semasa para santri belajar, pihak keluarga  Syekh Abdurrahman Siddiq memasak untuk satu kali masak dengan ukuran 3 kaleng beras kira-kira 45 Kg, karena makan 3 kali sehari maka dalam sehari harus masak 135 Kg beras. 45 Kg itu rata-rata bisa dikonsumsi oleh 60 orang, berarti jumlah santri yang belajar sekitar 180 orang. Ini diluar mereka yang mempunyai kemampuan menengah ke atas, sehingga diperkirakan jumlah santri ketika itu 300 orang. Bilangan ini tentu sudah masuk kategori banyak pada masa itu yaitu sekitar tahun 1920-an. (Muthalib, 2021) dan (Munir, 2024)

Ketiga, Nilai kesadaran ekonomi. Nilai berikutnya yang tak kalah penting dari Syekh Abdurrahman Siddiq kesadaran ekonomi yang dimiliki, dimasa mudanya Ia sudah membekali dirinya skill (kemampuan) tukang emas. Skill itu pula yang mengantarkannya mampu menabung sehingga dapat mewujudkan cita-citanya menimba ilmu di tanah suci. Tidak hanya itu kesadaran ekonomi pulalah yang mengantarkan Ia membuka lahan untuk perkebunan kelapa. Ratusan baris kelapa ditanamnya, sekitar 4.800 pokok kelapa dimilikinya. Dari jumlah tersebut, 2.800 pokok Ia wakafkan untuk kepentingan sosial, seperti biaya para siswa yang tidak mampu, tempat pemondokan mereka dan lainnya. 2.000 pokok kelapa sisanya untuk kebutuhan dirinya dan keluarga.  Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa diantara nilai warisan keteladanan Syekh Abdurrahman Siddiq adalah penguatan aqidah, kepedulian pada pendidikan (mencari ilmu) dan kesadaran ekonomi (membentuk kemandirian).(Muthalib dkk., 2024)

Rekomendasi dalam Rangka Pengejawantahan Nilai Warisan Keteladanan Syekh Abdurrahman Siddiq.

Dari tulisan yang singkat diatas, penulis merekomendasikan beberapa hal diantaranya: Pertama, mengadakan kajian akademik secara komprehensif tentang Syekh Abdurrahman Siddiq, baik melalui karangannya, nilai-nilai falsafah atas laku semasa hidupnya, sehingga bisa menjadi instrumen dalam membentuk filsafat manusia Indragiri Hilir khususnya. Kedua, memperbanyak pengenalan terhadap tokoh, terutama pada nilai keteladanan yang diwariskannya. Bahkan jika memungkinkan nilai-nilai tersebut diajarkan disekolah-sekolah melalui muatan lokal. Nilai-nilai yang diajarkan diambil dari kajian akademik di rekomendasi pertama. Menutup tulisan ini, penulis berkirim al-Fatihah kepada Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari, semoga dapat mengikuti jejaknya yang mengorientasikan seluruh hidupnya dalam rangka beribadah kepada Sang Maha Kuasa Allah SWT.

 

Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER