import. shutterstock |
Jakarta (Inhilklik) - Rancangan Undang-undang (RUU) Perdagangan yang akan disahkan pada tanggal 7 Februari 2014 nanti dinilai tidak memperjuangkan kepentingan nasional. Sebab, sebagian besar isi RUU sama sekali tidak memberi perlindungan terhadap pelaku ekonomi menengah ke bawah.
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Rahmi Ertanti menuding RUU ini dibuat dengan maksud melancarkan praktik perdagangan bebas sesuai kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan WTO di Bali beberapa bulan lalu. Dia secara tegas menyatakan, pemerintah enggan memberikan perlindungan terhadap ekonomi nasional.
"RUU Perdagangan merupakan kebijakan yang dibuat bukan untuk mengoreksi kebijakan perdagangan bebas, tetapi hanya melakukan antisipasi terhadap dampak buruk yang telah ditimbulkan dari liberalisasi perdagangan dan menyinergiskan agenda perdagangan nasional dengan agenda liberalisasi perdagangan," ujar Rahmi di kantor IGJ, Jakarta, Selasa (4/2).
Rahmi membantah, jika RUU ini akan melindungi ekonomi mulai sektor hulu hingga hilir. Menurut dia, tidak ada jaminan dengan disahkannya RUU ini kepentingan ekonomi nasional dapat terselamatkan dari gempuran impor.
Dia justru menegaskan, RUU Perdagangan akan kembali menciptakan diskriminasi antara pelaku usaha domestik dan asing. Ini karena basis pembangunan industri hulu dan hilir Indonesia masih bergantung pada investasi asing.
"Selain itu, pembukaan liberalisasi investasi yang diadopsi ke dalam UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 memberikan basis regulasi yang kuat untuk menyerahkan pengelolaan dan penguasaan sektor-sektor strategis bagi perekonomian nasional ke tangan asing," ungkap dia.
Selanjutnya, Rahmi menjelaskan, RUU ini juga tidak menguatkan sektor ekonomi rakyat. Dia menilai, hingga saat ini pemerintah belum menunjukkan dukungan terhadap penguatan sektor ekonomi rakyat dan justru memberi jalan pada berjalannya perdagangan internasional.
"RUU Perdagangan ini belum menjawab secara mendasar persoalan yang ada di dalam perdagangan internasional," pungkas dia. | merdeka