Karena Tebusan Tak Dibayar, Abu Sayyaf Penggal Kepala Juergen Kantner (70), Warga Jerman (foto/int)
INHILKLIK.COM, MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta maaf karena gagal menyelamatkan seorang pria lanjut usia asal Jerman yang dipenggal kelompok militan Abu Sayyaf.
Namun, Duterte menegaskan Filipina atau negara manapun tidak perlu membayar uang tebusan kepada Abu Sayyaf.
Abu Sayyaf, grup terafiliasi kelompok ekstremis Islamic State (ISIS), memenggalJurgen Kantner, 70, pada Minggu 26 Februari 2017. Kantner dibunuh karena tenggat waktu pembayaran uang tebusan USD600 ribu terlewati.
Berkata kepada pemerintah Jerman dan keluarga Kantner, Duterte mengaku "sangat berduka" atas kematian. Ia menegaskan militer Filipina telah berusaha mati-matian untuk menyelamatkan Kantner.
"Kami telah berusaha semaksimal mungkin. Operasi militer telah berlangsung selama beberapa waktu, tapi kami gagal. Itu harus diakui," ujar Duterte kepada awak media, seperti dikutip AFP.
"Namun sesuai kebijakan, kami tidak akan mengikuti permintaan uang tebusan. Hal itu hanya akan menambah jumlah (korban penculikan)," sambung dia.
Dibentuk dengan uang dari jaringan al-Qaeda, Abu Sayyaf sering menculik warga lokal dan asing selama berdekade-dekade untuk mendapatkan tebusan.
Kantner dan rekannya diculik Abu Sayyaf pada November tahun lalu saat menaiki sebuah kapal pesiar di dekat Sabah, Malaysia timur, dan kemudian dibawa ke Jolo. Rekan Kantner ditembak mati saat dirinya melawan.
Tahun lalu, Abu Sayyaf memenggal dua warga Kanada di Jolo, namun dua rekannya, seorang Filipina dan Norwegia, dibebaskan.
Sejumlah pakar terorisme mengatakan Abu Sayyaf mendapatkan puluhan juta dolar dari uang tebusan sejak pertama dibentuk pada 1990-an. Uang itu, menurut pakar, digunakan untuk membeli senjata api, peluncur granat, kapal bertenaga tinggi dan perlengkapan canggih lainnya.
Saat ini Abu Sayyaf diyakini masih menahan 26 sandera -- 13 asal Vietnam, tujuh Filipina, seorang Belanda, satu Jepang, dua Indonesia dan dua Malaysia. (HRC)