Irak Adili 100 Anggota ISIS dari Eropa

Ahad, 08 Oktober 2017

Tentara Kurdi tangkap sekelompok orang yang diduga militan ISIS.

INHILKLIK.COM, IRAK - Sedikitnya 100 militan ISIS asal Eropa akan diadili di Irak. Sebagian besar dari mereka akan menghadapi hukuman mati. Duta Besar Belgia untuk Irak, Jawad al-Chlaihawi, mengatakan di antara orang Belgia, puluhan lainnya yang juga ditahan adalah militan dari Rusia, Chechnya dan Asia Tengah.

Seperti diketahui pejuang dari berbagai belahan dunia bergabung dengan ISIS, ketika kelompok tersebut membentuk sebuah kekhalifahan di Irak dan Suriah pada 2014.

Pejuang Inggris, salah satu di antaranya Mohammed Emwazi yang juga dikenal sebagai 'Jihadi John', termasuk di antara mereka. Dia diyakini tewas dalam serangan pesawat tak berawak di Raqqa, Suriah pada 2015.

Chlaihawi mengatakan kepada RTPF Belgia, ada sekitar 1.400 anggota keluarga pejuang asing yang diduga anggota ISIS, termasuk anak-anak, ditahan di dekat Mosul.

Banyak yang dilaporkan berasal dari Turki, dan bekas negara Soviet di Asia Tengah, namun ada juga yang diyakini sebagai beberapa orang Prancis dan Jerman. Tidak jelas apa yang akan terjadi pada keluarga dan anak-anak anggota ISIS.

"Kami menahan keluarga ISIS di bawah langkah-langkah keamanan yang ketat dan menunggu perintah pemerintah mengenai bagaimana menangani mereka," kata Komando Operasi Nineveh Mosul, Kolonel Ahmed al-Taie, seperti dikutip Independent, Minggu, 8 Oktober 2017.

"Kami memperlakukan mereka dengan baik. Mereka adalah keluarga penjahat tangguh yang membunuh orang tak berdosa dengan darah dingin, tapi saat kami menginterogasi mereka, kami menemukan bahwa hampir semuanya disesatkan oleh propaganda ISIS yang jahat," ujarnya.

Chlaihawi mengatakan, Irak bekerja dengan pemerintah Eropa untuk menentukan apa yang harus terjadi pada mereka, namun beberapa tidak ingin menerimanya.

Pertarungan melawan ISIS diyakini memasuki tahap penutupan di Irak dan Suriah.

Mosul, kubu terbesar kelompok ekstremis di negara tersebut, dibebaskan oleh pasukan Irak pada Juli lalu, namun ribuan warga sipil tewas dalam pertempuran selama sembilan bulan tersebut. (viva)