INHILKLIK.COM, JAKARTA - Aktivis gerakan 212 Kapitra Ampera menyebut ijtima ulama dan tokoh nasional tidak lebih hanya sebuah forum settingan.
Pasalnya, dalam forum tersebut, Habib Rizieq Shihab tak direkomendasikan sebagai capres untuk Pilpres 2019 mendatang.
Melainkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mendapatkan mandat tersebut.
Demikian ditegaskan Kapitra dalam konferensi pers di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (29/7/2018).
Salah satu yang disorotinya adalah penolakan Ustadz Abdul Somad (UAS) yang direkomendasi sebagai cawapres.
Selain UAS, ijtima ulama juga merekomendasikan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri, juga sebagai cawapres.
Menurut Kapitra, pemasangan Prabowo-UAS itu tidak lain untuk mendongkrak mantan Danjen Kopassus itu.
“Prabowo dan UAS hanya kamuflase untuk mendongkrak. UAS sendiri telah menolak,” kata Kapitra.
Sedangkan Prabowo-Salim Segaf, adalah sebuah settingan seolah-olah keputusan itu adalah keputusan ulama.
“Mereka setting. Jadi menjustifikasi seolah-olah putusan ulama. Jadi koalisi umat harus ikut karena ulama telah memutuskan,” sebutnya.
Mantan pengacara Habib Rizieq Shihab itu meyakini, sudah ada pembicaraan sebelum keputusan itu diambil.
“Ini trik dan bukan pure (murni) pilihan. Pasti sudah ada pembicaraan dan dibawa kesana,” katanya.
Karena itu, ia menilai bahwa hasil dan rekomendasi itu sama sekali tidak mewakili umat.
“Itu tidak mewakili kita. Itu keinginan mereka, deal partai, bukan keputusan ulama,” tegasnya.
Hal lain yang menurutnya janggal adalah munculnya nama Salim Segag Al-Jufri.
Nyatanya, nama itu bukan salah satu dari lima nama yang direkomendasi munas ulama yang digawangi Persaudaraan Alumni 212 beberapa waktu lalu.
Dalam rekomendasi capres PA 212 itu, berada di urutan paling atas adalah Habib Rizieq Shihab.
Disusul Prabowo, Tuan Guru Bajang, Yusril Ihza Mahendra dan Zulkifli Hasan.
Sedangkan untuk cawapresnya antara lain, Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Yusri Ihza Mahendra, Anies Matta dan Zulkifli Hasan.
Ada juga nama Eggi Sudjana, Ustadz Bachtiar Nasir, Prabowo dan Anies Baswedan.
“Kenapa Habib Salim? Kenapa tidak yang lain?” heran dia.
Lebih lanjut, ia menilai Habib Salim memang seorang ulama. Akan tetapi, ia juga orang partai yang berorientasi dan memiliki kepentingan politik.
“Ulama tapi masuk parpol dan memperjuangkan partainya. Kita di jalanan kena gas air mata dan kriminalisasi. Memang Salim Segaf melakukan apa?
“Kita ingin HRS atau paling tidak dari dalam ulama aktivis bela Islam (jadi capres atau cawapres). Kan banyak yang lain,” katanya. (pojoksatu)