Pekanbaru (Inhilklik) - Untuk
kali kedua, Gubernur Riau M Rusli Zainal melakukan mutasi pejabat dari
balik tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama pada 12
September 2013 dan kedua, pada 25 Oktober kemarin. Langkah ini dianggap
sebagai upaya menunjukkan ke publik. Bahwa, meskipun dirinya ditahan
KPK, namun tetap menjadi penguasa di Pemprov Riau.
"Rusli Zainal mempertontonkan arogansi birokrasi. Ia ingin menegaskan
kepada publik, bahwa dari balik tahanan KPK kekuasaannya tidak
berkurang," ujar
Direktur Eksekutif Badan Advokasi Publik Rawa El Amady saat berbincang
dengan riauterkinicom di Pekanbaru kemarin petang.
Pemerhati pemerintahan yang juga mantan jurnalis tersebut mengaku
tercegang melihat manuver yang dilakukan Gubernur Riau (Gubri) Rusli
Zainal
(RZ). Betapa tidak, dari balik deruji Lapas Klas IIb Sialang Pungguk,
Pekanbaru,
tersangka kasus korupsi PON dan izin kehutanan ini masih sempat
melakukan mutasi 108
pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
"Padahal publik tahu sebentar lagi dia sudah menjadi terdakwa dan
dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Gubernur Riau. Tindakannya
benar-benar tidak etis," tudingnya.
Kebijakan RZ itu, imbuh Rawa, sudah keterlaluan dan tidak nempertimbangkan rasa
keadilan. Kecuali itu, RZ melakukan metasi itu diyakini punya motif kepentingannya
sendiri. Misalnya, mengaburkan alat bukti.
"Jika diketahui tidak tersedianya dokumen untuk bukti hukum, maka pihak pejabat yang
tidak menjabat lagi dipersalahkan," tukasnya.
Selain itu, menurut Rawa, RZ juga memerlukan dukungan riil dari bawahannya dan kuat
dugaan yang berhentikan itu yang tidak loyal mendukugnya.
"Tindakan RZ ini bukti nyata birokrasi ditarik ke kepentingan politik yang
berdampak makin berpihaknya birokrasi dan tidak independen," ucapnya.
Pendapat senada diungkapkan Usman, Direktur Eksekutif Forum Independen untuk
Transparansi Anggaran (Fitra) Daerah Riau. Dikatakannya, secara hukum apa yang
dilakukan RZ itu mungkin tidak menyalahi aturan. Tapi, secara etika mestinya tidak
pantas mutasi 108 pejabat itu dilakukan.
"Mengingat posisi dia sebagai tersangka adalah mutlak. Oke lah sebagian pendapat
mengatakan masih menggunakan asas prduga tak bersalah. Tapi tetap saja kebijakan RZ
memutasi besar-besaran ini tidak bisa diterima akal sehat dan merupakan kebijakan yg
tidak masuk akal," pungkasnya. (*)
Source: riauterkini.com