Jakarta (Inhilklik) - Publik sepakbola Indonesia kembali bergairah.
Prestasi Tim Nasional (Timnas) U-19 Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI) asuhan Indra Sjafri yang mampu membawa Indonesia
menjuarai Piala AFF U-19, dan berhasil lolos ke Babak Penyisihan Piala
Asia U-19 setelah mengalahkan Korea Selatan yang jadi penyebabnya. Evan
Dimas dkk telah membawa gairah baru dalam persepakbolaan Indonesia.
Bukan hanya kegembiraan yang mereka bagi, tapi juga sebuah pembelajaran
bagi tim-tim Sepakbola lainnya, baik level klub di Indonesia, maupun
bagi tim sepakbola nasional di berbagai kategori umur lainnya dan timnas
senior. Timnas U-19 telah menjadi
role model bagi tim-tim
lainnya. Manajemen yang sebenarnya telah lama diterapkan oleh klub-klub
sepakbola profesional di Eropa dan di tingkat Dunia, namun belum pernah
dijalankan di Indonesia. Dengan tim pendukung yang komplit, mulai dari
tim perekam video, pencatat statistik, pelatih fisik dan pelatih mental,
mereka dapat berprestasi.
Lalu darimana PSSI membiayai seluruh keperluan timnas tersebut?
Bagaimana dengan tim-tim olahraga lainnya? Dari mana mereka mendanai
kegiatannya? Darimana Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)
memperoleh dana untuk membiayai
keperluan pembinaan olahraga nasional? Dari mana Negara memperoleh dana
untuk mengirim tim ke Pesta Olahraga tingkat regional dan Tingkat Dunia
seperti SEA Games, Asian Games dan olimpiade?
Ada beberapa sumber dana yang digunakan oleh negara untuk pembinaan
Olahraga. Salah satu sumber dana yang kontroversial adalah Porkas.
Salah sebuah majalah terkemuka berskala nasional, pada tanggal 11
Januari 1986 pernah menurunkan laporan tentang kebijakan pemerintah
melalui Departemen Sosial untuk membiayai kebutuhan Komite Olahraga
Nasional Indonesia (KONI). Kebijakan yang diambil adalah dengan
menyelenggarakan undian permainan menebak hasil pertandingan sepakbola,
yang kemudian dikenal dengan nama Porkas.
Porkas kemudian diprotes oleh beberapa kalangan, sehingga kemudian
Pemerintah menghentikan peredaran Porkas dan mengeluarkan program Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Program ini kemudian juga dilarang, karena pada perkembangannya banyak diboncengi judi buntut
illegal.
Lantas bagaimana dengan sekarang setelah Porkas dan SDSB dilarang
beredar ? Selain penggalangan dana dari masyarakat secara langsung
seperti halnya Porkas dan SDSB, negara juga mendapat bantuan dari para
pengusaha melalui
sponsorship. Namun demikian,
sumber utama
pembiayaan pembinaan olahraga prestasi itu bersumber dari Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). APBN 2013 memperlihatkan bahwa
pembiayaan untuk anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp1,95
triliun termasuk didalamnya anggaran untuk Pembinaan Olahraga Prestasi
sebesar Rp560 Miliar.
Dengan membayar pajak, berarti Anda telah berpartisipasi
dalam memajukan olahraga nasional. Secara tidak langsung Anda telah
berperan dalam melahirkan Evan Dimas lainnya yang akan mengharumkan nama
bangsa di mata dunia. Bangga bayar pajak! (*)
Source: detik.com